Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar. (Foto:Ist)
BeTimes.id-Di tengah sulitnya memperoleh pekerjaan, Pemerintahan Joko Widodo diprotes akan terkait masuknya Tenaga Kerja Asing (TKA) dari China. Hal ini menjadi polemik perbincangan para pengamat tenaga kerja di Indonesia.
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar, soal TKA sudah diatur dalam Pasal 42 -Pasal 49 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja.
“Masalah TKA sudah diatur dalam Pasal 42-Pasal 49 UU No.13 Tahun 2003. Jadi TKA diperbolehkan, dengan ketentuan memiliki keahlian dan ada pendamping TKA yang memiliki keahlian itu. soal ini sudah clear sebenarnya gak perlu diperdebatkan. Nah yang dikritisi adalah TKA yg mengerjakan pekerjaan yang istilahnya pekerjaan kasar. Kalau pekerjaan kasar apa memang ada alih teknologi yang memang harus ada tenaga kerja Indonesia sebagai pendamping, sesuai amanat UU No. 13 Tahun 2003 Faktanya tidak,” tegas Timboel, yang juga Koordinator Advokasi BPJS Watch, dalam rilisnya, Sabtu (9/5).
Dia mengemukakan, jumlah tenaga kerja Indonesia sejak tahun 2019 sekitar 136 juta, dengan penambahan jumlah tenaga kerja setiap tahunnya 2,2 juta. “Artinya saat ini sekitar 138 jutaan, bukan 180 jutaan,”ungkap Timboel.
Timboel menjelasakan, bila disebut pekerja migran kita yang bekerja di luar negeri diperkirakan mencapai 9 juta TKA, karena Pemerintah yang dituju membolehkan hal itu dan masyarakat di negara yang dituju tidak memprotes.
“Undang-undang di negara lain membolehkan, dan memang rakyat mereka pun membutuhkan tenaga kerja kita,”tutur Timboel.
Menurut Timboel, berbeda kondisi pekerja migran dan TKA asal China yang sekarang ini menjadi polemik. Pasalnya, Polemik tersebut dipicu adanya Perpres No. 20 tahun 2018 yang berbeda pandangan dengan UU No. 13 Tahun 2003.
“Dalam UU No. 13 Tahun 2003 diwajibkan adanya ijin kerja, dan syarat adanya ijin kerja adalah memasukkan Rencana Kerja Penggunaan TKA (RPTKA).
Tapi, di Perpres No. 20 Tahun 2018 terkait ijin kerja itu ya RPTKA, jadi dgn mengusulkan RPTKA sudah menjadi ijin TKA secara otomatis.
“Pepres tersebut sudah melangkahi UU No. 13 Tahun 2003,” ujarnya.
Timboel berpendapat, Kedudukan Perpres di bawah UU.
Karena itu, Perpres tidak tepat, kecuali Presiden mengeluarkan Perppu untuk pasal 42 sampai 49 UU 13 Tahun 2003.
“Sebenarnya Pemerintah sudah tahu soal itu tapi main tabrak aja. Nah kesadaran itu muncul ketika saat ini Pemerintah mengajukan RUU Cipta Kerja yang menghilangkan prosesi mendapatkan Ijin Kerja itu dengan hanya menyatakan RPTKA adalah iji kerja TKA,”kata Timboel. (Ralian)
Komentar