Mengaku Sudah Membayar Kantor DPD Golkar Bekasi Penghuninya Diminta Keluar

Hukum318 Dilihat

BeTimes.id — Kantor Dewan Perwakilan Daerah Golongan Karya (DPD Golkar) Kota Bekasi didatangi orang yang mengaku telah membayar, gedung berlambang pohon beringin.

Andy Iswanto Salim, yang mengaku telah membayar kantor Golkar pada tahun 2004 sebesar Rp3 Miliar, terlihat membuka pintu kantor dan mengusir penghuninya.

Pantauan bekasitimes.id, Andy Iswanto Salim terlihat kesal memanggil Abdul Manan (penasihat Golkar) untuk menjelaskan kepada awak media, apa yang terjadi di kantor ini.

Namun, Abdul Manan memintanya agar tenang dan tidak perlu teriak-teriak di kantor DPD Golkar.

Abdul Manan, yang mengenakan kemeja putih terlihat lebih tenang dan sempat meminta Andy agar memukulnya, namun (Andy) menghindari kontak fisik dengan sepuh Golkar tersebut.

Menurut Andy, pada 13 September 2004 ada keputusan bersama antara DPD Golkar Kabupaten dan Kota Bekasi tentang pelepasan aset kantor yang terletak di Jalan Jenderal Ahmad Yani no 18, Kecamatan Bekasi Selatan, Kota Bekasi.

Pada 25 Oktober 2004, kata dia, ada juga penandatanganan pengikatan jual beli dan surat kuasa pernyataan di notaris antara DPD Golkar Kabupaten dan Kota Bekasi serta dirinya.

Beriring jalan, lanjutnya, dirinya malah mendapatkan surat gugatan tentang pembatalan perjanjian jual beli tersebut.

“Tapi pada saat sidang berjalan sampai tahap pembuktian, pihak DPD Golkar mengusulkan perdamaian dengan kesepakatan dan syarat yang sudah tercatat di pengadilan dan disetujui para pihak,” kata Andy, Selasa (7/7).

Namun, katanya, berulang kali melakukan somasi melalui kuasa hukumnya, kepada DPD Golkar agar patuh terhadap putusan hukum, malah mereka mengajukan gugatan kembali.

“Saya sudah cukup sabar mengikuti kemauan para pengurus Golkar, namun apa yang saya dapatkan,” katanya.

Tahun 2017 waktu pemilihan kepala daerah dirinya diminta kembali untuk bersabar, bukan haknya didapat malah, katanya, pembayaran gedung ini selalu diundur hingga kini.

“2017 saya diminta dari pengurus jangan dulu dieksekusi dulu kantor, takut diskualifikasi oleh KPUD karena memakai alamat palsu. Saya mengalah dan mengingat pertarungan waktu itu hanya dua calon,” jelasnya.

Ditempat yang sama, Abdul Manan mengakui pada tahun 2004 memang ada transaksi jual beli sebesar Rp3 Miliar.

Hanya saja, kata dia, status tanah ini masih milik Perumnas. Tapi waktu itu diurus juga di Perumnas.

“Setahu saya pak Andy masih kurang sebesar Rp900 juta,” kata Abdul Manan. (tgm)

Komentar