Dr. Sahat Sinaga, SH, MKn
Tidak dipungkiri Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) berperan dalam merebut kemerdekaan. Namun, setelah direvisi menjadi Undang-Undang No.17 Tahun 2013 tentang Ormas perlu dikritisi. Sebelumnya, Undang-Undang No. 8 Tahun 1985 Tentang Ormas berazaskan Pancasila.
Namun, direvisinya UU No. 17 Tahun 2013 menjadi UU No. 17 Tahun 2013 menganti azas tunggal Pancasila, menjadi azas tidak bertentangan Pancasila. Perubahan azas tersebut menjadi multi tafsir.
Akibat multi tafsir itu, lahirnya Ormas yang ingin merongrong segi-segi bernegara berlandaskan ideologi Pancasila dan UUD 1945. Lahirnya Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas karena dilihat adanya upaya Ormas bertentangan dengan ideologi Pancasila.
Selain itu, ada upaya Ormas merongrong ideologi negara sehingga menjadi alasan direvisinya UU No. 17 Tahun 2013 Tentang Ormas menjadi UU No. 16 Tahun 2017 agar menjawab azas Pancasila yang multitafsir hinga terang benderang.
Perlu dicatat, dalam Keputusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia sejumlah pasal dalam UU No.17 Tahun 2013 tentang Ormas bertentangan dengan UUD 1945, sehingga tidak mempunyai hukum mengikat. Juga, lahirnya UU No.17 Tahun 2013 menggantikan UU No. 8 Tahun 1985 karena sudah tidak sesuai kebututuhan jamannya.
Tumbangnya Orde Baru membuat kebebasan berekspresi masyarakat semakin bebas. Peraturan yang sangat ketat pada era Presiden Soeharto berubah drastis. Akibat perubahan itu, jumlah Ormas di era Reformasi semakin berjibun. Namun, sangat disayangkan tidak meningkat secara kualitas.
Masalah lainnya, dalam Undang-Undang Ormas bisa berbadan hukum atau tidak berbadan hukum. Di sampimg itu, masalah keanggotaan tidak menjadi perhatian. Artinya, tanpa adanya anggaran dasar bisa berdirinya Ormas. Bahkan Ormas bisa berbentuk yayasan atau perkumpulan. Hal ini, terjadi pencampur adukan yang tidak sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagai Ormas.
Dikuatirkan, jika tupoksinya tidak ada batasan yang tegas, maka rumah sakit dan lembaga pendidikan bisa dikategorikan Ormas. Hal ini karena tidak mengatur keanggotaan. Padahal, Ormas adalah bentuk perkumpulan yang memilili keanggotaan (membership). Pendapat Muchtar Kusuma Atmaja bahwa tujuan hukum untuk menciptakan “ketertiban”.
(Penulis adalah Ketua Umum DPP GAMKI 2003-2007 dan Pengamat Kebijakan Publik)
Komentar