Ketua Umum DPP Willem Wandik (kiri) memberikan cindera mata kepada pembicara , antara lain Ketua Komnas HAM Atnike N Sigiro, Ketua Komjak Barita Simanjuntak, dan Ketua DPP MPO GAMKI, Michael Wattimena (kanan), di Criatianie Center, Ambon, Senin (15/5).
BeTimes.id – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai bahwa pelanggan dalam berbagai varian masih sangat tinggi di Indonesia. Namun, yang sangat disayangkan penegakan hukum terhadap pelaku serta pelanggaran hukum terhadap para korban kerap tidak memberikan solusi.
Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro mengatakan, bahwa di Indonesia ada banyak kelompok rentan terhadap pelanggaran HAM. Lebih lanjut Atnike mengatakan, seseorang bisa masuk kelompok rentan karena memiliki kondisi tertentu yang menyebabkan hak-hak asasinya cenderung dilanggar orang lain.
Atnike mengemukakan, pada umumnya kelompok perempuan, lansia, dan anak-anak secara alami dianggap sebagai kelompok rentan atas kekerasan. Namun pada kenyataannya, kelompok penyandang disabilitas, fakir miskin, sampai pekerja rumah tangga pun kerap dilanggar hak azasinya.
Atnike menuturkan, pemerintah memang telah memiliki UU No. 39 tahun 1999 yang mengatur tentang perlindungan gak asasi manusia. Namun, sangat disayangkan regulasi ini kerap diabaikan dalam pelaksaannya di lapangan.
“Saya berharap pemerintah bisa lebih memberikan perlindungan untuk menghadapi setiap pihak yang berpotensi di diskriminasi,” kata Atnike, dalam diskusi Studi Meeting, di Kongres XII GAMKI, di Aula Cristianie Center, Ambon, Senin (15/5).
Sementara, Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Barita Simmanjuntak mengutarakan, pembenahan dalam penegakan hukum di tubuh kejaksaan berjalan dengan baik. Bahkan, lanjut Barita, dalam berkas pemeriksaan dari penyidikan dilakukan dengan serius.
“Jika ada berkas dari kepolisian masih P19 akan dibuat surat bukti apakah berkas itu sudah kembalikan atau tidak. Sehingga tahu keluar dan masuknya surat penyidikan tersebut,”ucap Barita.
Ketua Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO) DPP GAMKI Michael Wattimena mengatakan, masalah pendirian rumah ibadah masih menjadi “pekerjaan rumah” yang mesti dibenahi pemerintah.
Menurut Michael, sudah ada upaya aparat penegak hukum mengantisipasi gerakan intoleran. Akan tetapi, lanjut Michael, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah harus tegas dalam melakukan penindakan terhadap kelompok intoleran.
“Jangan karena kepentingan elektoral menjelang Pemilu Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah membiarkan gerakan intoleran terjadi,”tutur Anggota DPR RI dua periode dari daerah Pemilihan daerah pemilihan Papua Barat itu. (Ralian)
Komentar