Oleh : Fakhira Ayu Setiawan (1216000065)
Keluarga merupakan bagian terpenting dalam proses perkembangan seorang anak, dan sekolah pertama atau madrasah dan terpenting bagi anak, yang diharapkan mampu membimbing, mengasuh, dan mendidik anak agar tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang baik yang dapat menghargai nilai-nilai kehidupan, budaya dan agama.
Keharmonisan keluarga juga dapat mempengaruhi perkembangan anak. Keluarga yang tidak harmonis dan penuh konflik dapat mempengaruhi kesehatan mental anak. Tidak dapat dipungkiri bahwa banyak kasus perceraian di Indonesia.
Menurut laporan Badan Pusat Statistik 2023, kasus perceraian di Indonesia akan meningkat menjadi 516.334 kasus pada tahun 2022, meningkat signifikan sebesar 15 persen dibandingkan tahun 2021 sebanyak 447.743 kasus.
Bagi anak-anak, anggota keluarga yang paling rentan, perceraian selalu menjadi kejutan yang bisa meninggalkan luka yang dalam. Anak-anak yang mengalami perceraian seringkali mengalami stres, kecemasan, kekhawatiran dan depresi.
Rasa sakit individu akibat perceraian memicu ketidakstabilan emosi anak. Anak dapat mengembangkan rasa marah terhadap mereka yang menyebabkan rasa sakit.
Selain kemarahan, anak mengalami beberapa dampak negatif yang signifikan dari perceraian orang tuanya, yaitu: Malu, Denial, Kesedihan, Rasa Bersalah, Ketakutan, dan Kemarahan, Cole (2003). Salah satu cara untuk meringankan rasa sakit tersebut adalah dengan proses pemaafan (forgiveness) kepada pihak yang menimbulkan rasa sakit.
Komentar