MK juga membuat klaster pencalonan kepala daerah berdasarkan persentase jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT). Sebagai contoh, untuk provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6 juta jiwa sampai dengan 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5 persen di provinsi tersebut.
Di tempat berbeda, Puluhan pakar Hukum Tata Negara (HTN) yang tergabung dalam Constitutional Administrasi Law Society (CALS) melawan pembangkangan Konstitusi Presiden Joko Widodo dan partai pendukung yang mendelegitimasi Pemilahan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
Para pakar HTN itu adalah Aan Eko Widiarto,
Alviani Sabillah, Auliya Khasanofa, Beni Kurnia Illahi, Bivitri Susanti, Charles Simabura, Denny Indrayana, Dhia Al-Uyun,
Fadli Ramadhanil, Feri Amsari, Herdiansyah Hamzah, Herlambang P. Wiratraman, Hesti Armiwulan, dan Idul Rishan.
Serta, Iwan Satriawan, Mirza Satria Buana, Muchamad Ali Safa’at, Muhammad Nur Ramadhan,
Pery Rehendra Sucipta, Richo Andi Wibowo, Susi Dwi Harijanti, Taufik Firmanto, Titi Anggraini, Violla Reininda, Warkhatun Najidah, Yance Arizona, dan Zainal Arifin Mochtar.
Salah satu juru bicara CALS Bivitri Susanti menegaskan, Presiden Joko Widodo dan Koalisi Indonesia Maju Plus (KIM+) ditengarai
hendak menghalalkan segala cara untuk mempertajam hegemoni kekuasaan koalisi
gemuk dan gurita dinasti politik dalam Pemilihan Kepala Daerah Serentak Tahun
2024 (Pilkada 2024).
Komentar