Indeks Persepsi Korupsi di Indonesia Turun, KPK: Pejabat Sudah Tidak Takut Korupsi

Uncategorized84 Dilihat

BeTimes.id–Indeks persepsi korupsi di Indonesia mengalami penurunan membuktikan bahwa pejabat di Indonesia sekarang tidak takut untuk korupsi.

Hal itu dikemukakan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Kawasan Bogor, Jawa Barat, Kamis (12/9).

“Saya kan juga banyak menerima informasi dan mendengar cerita dari para penyelenggara negara pejabat-pejabat. Sekarang orang nggak takut lagi Pak untuk korupsi,” Ucap Alex.

Alex mengakui bahwa korupsi di Indonesia itu memiliki risiko yang rendah. Namun bisa mendapatkan keuntungan yang tinggi.

“Korupsi itu di Indonesia itu risikonya rendah. Berbeda dengan investasi yang high risk, korupsi itu risiko rendah, kemungkinan untuk mendapatkan keuntungan yang besar tinggi,”tandas Alex Marwata.

Alex mengungkap sulitnya membuat korupsi menjadi berisiko tinggi. Dirinya pun mencontohkan Singapura dan Hong Kong yang kini tegas menindak pelaku korupsi.

“Di Indonesia kita belum mendapatkan momentum seperti itu. Belum ada pimpinan negara yang berani mendeclare zero tolerance terhadap korupsi. Dengan kekuasaan memerintahkan seluruh aparat untuk memerangi korupsi, kita belum pernah punya pimpinan seperti itu,”ujarnya.

Diketahui, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) atau Corruption Perception Index (CPI) Indonesia berada di angka 34 pada tahun 2023. Angka ini stagnan atau tidak berubah dengan tahun lalu. Adapun Transparency International Indonesia (TII) menghitung indeks dengan skala 0-100. Angka 0 berarti menjadi yang paling korup, sedangkan angka 100 menjadi yang paling jujur.

“Skor CPI 2023 kita adalah 34. Artinya kita berada kondisi yang stagnan secara skor. Di 2022 kita 34, di tahun 2023 kita 34,” kata Deputi Sekretaris Jenderal TII Wawan Heru Suyatmiko dalam konferensi pers di Jakarta Selatan, Selasa (30/1/2024).

Wawan mengatakan, IPK di angka 34 membuat peringkat/rangking Indonesia merosot menjadi 115 dari 180 negara di tahun 2023. Sedangkan di tahun 2022, peringkat Indonesia berada di angka 110 dari 180 negara.

“Ranking merosot 5 poin dari yang tadinya ranking 110 menjadi 115. Meskipun secara kelembagaan kami jarang sekali menggunakan rangking sebagai indikator, tetapi ini menjadi catatan dengan skor yang stagnan,” ucapnya.

Lebih lanjut, dia menyampaikan, skor ini membuat Indonesia berada jauh di bawah Singapura, diikuti Malaysia, Vietnam, dan Thailand.

Secara berurutan, skor IPK Singapura berada di angka 83 pada tahun 2023, stagnan dibanding tahun lalu. Diikuti Malaysia dengan skor 50, Timor Leste dengan skor 43, Vietnam dengan skor 41, dan Thailand dengan skor 35.

Adapun negara ASEAN lain yang berada pada angka yang sama atau di bawah Indonesia adalah Filipina dengan skor 34, Laos dengan skor 28, Kamboja 22, dan Myanmar 20.

“Malaysia naik jadi 50 dari 47. Timor Leste naik dari 42 ke 43. Timor Leste 43, tapi catatannya Timor Leste hanya punya 4 indikator, sedangkan Indonesia 8 indikator,” jelasnya.

Sebagai informasi, ada 8 indikator yang digunakan TII dalam menyusun IPK.

Dari 8 indikator, ada satu indikator atau sumber data mengalami penurunan dibanding temuan tahun sebelumnya, yaitu PRS International Country Risk Side yang merosot 3 poin dari 35 menjadi 32. Jika ditarik lebih jauh maka terjadi penurunan sebesar 16 poin dalam dua tahun terakhir.

Sementara itu, empat sumber data mengalami stagnasi, yakni Global Insight Country Risk Ratings dengan skor 47, World Justice Project – Rule of Law Index dengan skor 24, PERC Asia Risk Guide dan Economist Intelligence Unit dengan skor 29.

Sedangkan, tiga sumber data mengalami kenaikan yakni Bertelsmann Transformation Index (+3) dari 33 menjadi 37, IMD World Competitiveness Yearbook (+1) dari 39 menjadi 40, dan Varieties of Democracy Project (VDem) (+1) dari 24 menjadi 25. (Davin)

Komentar