Borneo Institute: Pembangunan Lingkungan Harus Berbasis Kearifan Lokal dan Keberpihakan Masyarakat Adat

Uncategorized157 Dilihat

BeTimes id–Direktur Eksekutif Bornea Institute Yanedi Jagau mengkritisi pembangunan IKN dengan dampak lingkungan dan minimnya manfaat bagi masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Dayak.

Bahkan, Jagau mengakui, pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) lebih parah dari kolonialisme. Karena, pembangunan bukan menguntungkan masyat adat. Sebaliknya, lebih menguntungkan kepentingan pemilik modal atau oligarki.

“Sekitar 90 persen ekonomi Indonesia dikelola 1 persen korporasi. Ini salah satu ketidakadilan. Memberikan 90 tahun tanah untuk IKN sebagai konsesi bagi korporasi,”kata Jagau sebagai narasumber dalam diskusi Senior Gathering & Bible Camp II bertajuk, “Tantangan dan Harapan Menghadapi Pilkada 2024,” di Balairung Aurila Hotel, Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Sabtu (14/9).

Jagau menegaskan, dalam pelestarian lingkungan orang Dayak dari dulu selalu menggunakan kearifan lokal dan nilai-nilai luhur. “Bicara pelestarian lingkungan, 100 tahun lalu jangan diajari orang Dayak dalam menjaga lingkungannya. Tapi sekarang sudah berubah mindsite-nya, bahkan sampah apa yang gak ada di sungai di Kalimantan,”imbuh mantan Sekretaris Eksekutif Pemuda Gereja Biro Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) itu.

Menurut Jagau, mengutip pernyataan akademisi Universitas Gajah Mada (UGM) Cornelis Lay, sekitar 15 juta hektar tanah di Kalteng hanya sekitar 20 persen dimiliki masyarakat adat. “Penting jalan kebudayaan, karena itu harus ada sekolah kebudayaan, dan kita dirikan Sekolah Desa Adat,”terang Ketua Bidang Umum dan Komunikasi Internasional (UKI) masa bhakti 2000-2002 itu.

Pembicara lainnya,Willy Yosep membawakan makalah dengan tajuk Kesejahteraan Masyarakat dan Tantangan Pilkada 2024, Isrodianson Tigoy dengan Kalimantan Tengah sebagai Penyangga IKN-

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Sinode Gereja Kalimantan Evangelis (GKE) Pdt. Dr. Simpon F. Lion, M.Th menuturkan, peran gereja dalam fungsinya adalah pendoa dan menyuarakan suara kenabian.

“Gereja harus bertanggung jawab untuk memilih pemimpin yang cerdas, bersih dan peduli masyarakat yang terpinggirkan. Karena itu perlu mengedukasi masyarakat dengan baik,”ujar Simpon. (Davin)

Komentar