BeTimes.id–Kepemimpinan Kapolri Jenderal Polisi Lystio Sigit diuji atas dipecatnya Anggota Polda Nusa Tenggara Timur (NTT), Ipda Rudy Soik pasca dibongkarnya mafia Bahan Bakar Minyak di Kawasan NTT.
Kini kasus Rudi Soik membetot perhatian publik atas sidang Komisi Kode Etik Polri Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur yang kemudian menjatuhkan sanksi Pemecatan Tidak Dengan Hormat (PTDH) dari Dinas Polri terhadap Rudy Soik berdasarkan Petikan Putusan Sidang Komisi Kode Etik Polri Nomor: PUT/38/X/2024, Tanggal 11 Oktober 2024, yang dikeluarkan oleh Bidang Profesi dan Pengamanan Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur (NTT).
Setelah Polri melakukan PTDH terhadap Rudy Soik, selanjutnya pihak Polri melakukan intimidasi terhadap mantan perwira pertamna polisi itu.
Diketahui, Ipda Rudy Soik adalah anggota Polresta Kupang Kota. Setelah berhasil membongkar mafia BBM, bukan mendapat penghargaan sebaliknya dibawa ke dalam Kode etik profesi, berakhir dengan PTDH.
Kuasa Hukum Ipda Soik, Anton Simanjuntak menegaskan PTDHY tersebut layak dipertanyakan karena hal ini berawal dari upaya Rudy Soik sebagai anggota Kepolisian dari Polresta Kupang Kota mengungkap dugaan penimbunan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang mengakibatkan kelangkaan bahan bakar tersebut di Kota Kupang.
Dugaan penimbunan BBM secara illegal itu, lanjut Anton, juga diduga melibatkan oknum anggota Polresta Kupang Kota dan oknum Polda NTT. Atas terjadinya penimbunan minyak jenis solar (BBM Illegal), Rudy Soik memerintahkan anggotanya dari Polresta Kupang Kota untuk memasang garis police line di lokasi yang diduga menjadi tempat penimbunan minyak jenis solar (BBM Illegal) tersebut.
Ironisnya, upaya pemasangan garis police line justru dipersoalkan. Rudy Soik kemudian dilaporkan secara resmi oleh oknum anggota Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) ke Bidang Propam Polda NTT.
“Sebagai penegak hukum, Rudy Soik telah melakukan tugasnya dengan baik untuk mengungkap kejahatan. Pada faktanya, upayanya pengungkapan kejahatan penimbunan minyak solar (BBM Illegal) dengan memasang garis Police Line tersebut justru mengakibatkan Pemberhentian Rudy Soik dari dinas Polri,”ucap Anton dengan heran.
Selain mendapatkan sanksi PTDH, Rudy Soik dan keluarga juga mengalami berbagai macam ancaman dan intimidasi dari pihak-pihak tertentu. Oleh sebab itu, Rudy Soik akan mendatangi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk memohon Perlindungan.
“Kami akan datang hari ini Kamis 24 Oktober 2024, sekitar pukul 14.00 WIB ke kantor LPSK ,”ujar Anton, didampingi rekan kuasa hukum lainnya Ermelina Singereta.
Sebelumnya, Pemecatan Inspektur Polisi Dua (Ipda) Rudy Soik mendapat tanggapan dari Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI).
Sekretris Eksekutif Bidang Keadilan dan Perdamaian PGI Pdt. Henrek Lokra mengatakan, mendapat banyak desakan dari elemen masyarakat yang menyuarakan kegelisahan atas pemecatan Ipda Rudy Soik, yang berhasil membongkar kasus mafia Bahan Bakar Minyak (BBM) di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
“Pemecatan terhadap Ipda Rudy Soik, sangat mengusik rasa keadilan masyarakat.
Selama ini PGI dalam melakukan kerja-kerja advokasi dalam rangka menghentikan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), di NTT berjalan sangat baik dengan instansi kepolisian dan Ipda Rudy yang terbuka dan suportif,”ujar Henrek dalam keterangan tertulisnya yang diterima, Senin (22/10).
PGI mengapresiasi kinerja personil Polri yang berani dan menjunjung tinggi hukum.
“Kami memohon kepada bapak Kapolri untuk meninjau kembali pemecatan Ipda Rudy Soik, terutama karena menyangkut soal prosedural yang tentu dapat diperdebatkan. Pemecatan seperti ini hanya akan melemahkan semangat aparat pada perjuangan penegakan hukum dan keadilan ke depan,” tandas Henrek.
Seperti diketahui, sebanyak 20 orang Provos Polda Nusa Tenggara Timur (NTT), menggeruduk rumah Ipda Rudy Soik di RT 17, RW 05, Kelurahan Bakunase II, Kecamatan Kota Raja, Kota Kupang, NTT, Senin (21/10). Mereka hendak menjemput paksa Rudy untuk ditahan.
Sebanyak tiga mobil dari Bidpropam Polda NTT terparkir di halaman depan rumah Rudy. Saat ini dialog sedang berlangsung antara Rudy dengan petugas.
Sejumlah keluarga Rudy menolak dan mengusir petugas itu agar tidak mendatangi rumahnya. Sementara para wanita histeris di hadapan mereka.
“Bapak Kapolri, inilah kondisi di Polda NTT. Ketika saya mengajukan hal-hal yang benar dalam proses penyelidikan (BBM),” ujar Rudy saat diwawancarai wartawan.
Rudy menyebut baru pertama kali Polda NTT melakukan penggeledahan. Menurutnya, sesuai surat perintah, dia langsung dibawa untuk ditahan di Polda NTT.
Rudy menjelaskan penahanan tersebut, menurut Polda NTT, harus dilakukan selama 14 hari hingga PTDH. Namun, putusan penahanan 14 hari itu, Rudy sudah ajukan keberatan yang dalam aturan selama 30 hari Kapolda NTT harus membalas keberatannya.
“Sekarang sudah lewat 30 hari, mereka minta saya untuk ditahan dengan dalih sana-sini. Saya merasa ini adalah bentuk kriminalisasi,” jelas Rudy di hadapan para provos.
Rudy mengaku sebelumnya sudah mendapat intimidasi dan teror dari sejumlah pria berbadan kekar yang menutup wajahnya, datang memasang drone untuk memantau aktivitasnya.
“Saya tegaskan, saya bukan pelaku asusila, narkoba, dan korupsi, maupun pidana apa pun,” tegas Rudy.
Rudy mengatakan tidak ada masalah dengan siapa pun. Dia meminta segera membentuk tim independen untuk membongkar praktik mafia BBM di Kota Kupang.
“Saya hanya mau memperjuangkan hak saya. Mau ditembak mati pun saya tidak akan ikut (untuk ditahan),” pungkas Rudy. (Ralian)
Komentar