Diaturan tersebut dikatakan juga, setiap proses penyelesaian sengketa tersebut dilakukan dilingkungan pemerintahan sebagai akibat dikeluarkannya keputusan atau tindakan yang merugikan orang perorangan maupun badan hukum perdata.
Menurut Ketua PN Bekasi Moch Yuli Hadi, perkara tersebut diajukan tentang perbutan melawan hukum yang dilakukan Pemkot Bekasi kepada PT Kitita Alami Propertindo bukan tentang surat keputusan tersebut.
“Bisa dilihat di pertimbangan hukum putusan Nomor 52/Pdt.G/2024/PN.Bks perkara tersebut diajukan sebagai PMH yang menimbulkan kerugian dan bukan perkara adminstrasi pemerintahan yang merupakan kewenangan PTUN. Sehingga tidak menggunakan Perma tersebut,” kata Moch Yuli Hadi kepada bekasitimes.id, melalui pesan Whatsappnya, Jumat (1/11).
Ketika disinggung perkara tersebut bukankah berangkat dari (SK) Walikota Bekasi Nomor 100.3.7/Kep.591-KS/XII/2023 tentang Pengakhiran Perjanjian Kerja Sama, dimana penggugat merasa dirugikan terhadap dikeluarkannya SK tersebut.
“Iya. Tapi yang dia gugat bukan SK-nya tapi PMH. Kalua gugat SK-nya harusnya ke PTUN,” ujarnya.
Sekadar untuk diketahui dalam salah satu amar putusan majelis pada Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) disebutkan (SK) Walikota Bekasi Nomor 100.3.7/Kep.591-KS/XII/2023 tentang Pengakhiran Perjanjian Kerjasama tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. (tgm).
Komentar