Kesejahteraan Pendeta & Harapan atas Sidang Raya XVIII PGI

Pendidikan75 Dilihat

BeTimes.id–Saat ini seluruh Sinode Gereja dalam Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) sedang melaksanakan Sidang Raya (SR) XVIII di Toraja Utara, Sulawesi Selatan dengan berbagai agenda yang akan ditetapkan dalam SR tersebut.

Selain menentukan pimpinan PGI ke depan, agenda terpenting adalah menetapkan program kerja PGI untuk mendukung kesejahteraan kehidupan Masyarakat Indonesia secara umum, dan kehidupan jemaat secara khusus.

Sikap Iman Kristen untuk menyatakan tanggungjawab gereja membangun kehidupan bangsa Indonesia dengan mengacu pada panggilan Tuhan kepada seluruh umat Kristen dalam menyatakan dan mewujudkan kehendak Tuhan dalam kehidupan Bangsa Indonesia.

Semangat Iman Kristen tersebut diingatkan kembali pada saat acara pembukaan SR XVIII oleh Ketua Umum PGI Pdt. Gomar Gultom yang mengajak seluruh gereja untuk ikut berpartisipasi aktif secara positif, kritis, kreatif dan realistis dalam membangun bangsa sebagai mitra strategis dan kritis pemerintah.

Tentunya ajakan tersebut menjadi sangat penting mengingat masih banyaknya “pekerjaan rumah” pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia, yang salah satunya indikatornya adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yaitu sebagai acuan keberhasilan pembangunan suatu negara atau daerah, yang berbasis pada aspek Pendapatan, Kesehatan, dan Pendidikan. IPM bangsa kita di tahun 2023 masih di kisaran 74,39, yang jauh di bawah negara-negara Skandinavia yang sudah di atas 90.

Pada aspek Kesehatan, penting dukungan konstruktif-kritis PGI mendukung enam pilar transformasi layanan Kesehatan Indonesia yang diamanatkan UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan), yaitu Layanan Primer, Layanan Rujukan, Ketahanan Kesehatan, SDM Kesehatan, Pembiayaan Kesehatan, dan Teknologi Kesehatan.

Pada Layanan Primer, Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 yang dirilis Kementerian Kesehatan, memberi gambaran secara nasional terntang akses masyarakat ke Puskesmas yaitu sebanyak 21,3 persen menyatakan “sulit” mengakses Puskesmas dan 28,9 persen menyatakan “sangat sulit”. Di Propinsi NTT, sebanyak 13,7 persen responden menyatakan “sulit” dan 55,7 persen menyatakan “sangat sulit”. Demikian juga di Maluku, yang menyatakan “sulit” sebanyak 14,1 persen dan yang menyatakan “sangat sulit 43,5 persen. Kondisi akses “sulit” dan “sangat sulit” tersebut terbesar ada di Provinsi di Kawasan Tanah Papua.

Demikian juga dengan akses Layanan Rujukan, penting untuk didukung upaya pemerintah pusat menghadirkan rumah sakit (RS) tipe A di seluruh Propinsi dengan dukungan Pemda membenahi RS Daerah (RSUD)-nya agar seluruh faskes memiliki obat dan alat Kesehatan (Ketahanan Kesehatan) yang layak dan cukup, dengan dukungan SDM Kesehatan yang terdistribusi secara merata di seluruh Indonesia (khususnya di daerah 3T).

Target UHC dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di tahun 2024 sebesar 98 persen, dan menjadi 100 persen kepesertaan aktif seluruh rakyat Indonesia di JKN merupakan dukungan yang harus dilakukan seluruh gereja untuk memastikan seluruh rakyat dan seluruh jemaat gereja memiliki akses mudah terhadap Pembiayaan Kesehatan dan layanan Kesehatan yang baik.

Pendidikan diakui sebagai salah satu faktor utama dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Melalui pendidikan, individu memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi yang diperlukan untuk berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan. Namun faktanya, menurut data dari Badan Pusat Statistik, jumlah anak Indonesia yang putus sekolah dari SD sampai SMA di tahun 2023 mencapai 29,21% dari total 30,2 juta jiwa anak. Hal ini mendukung data pendidikan angkatan kerja kita, yang di Februari 2024 sebanyak 42,18 juta orang, mayoritas adalah lulusan SMP ke bawah.

Dengan fakta tersebut, pengetahuan dan skill SDM bangsa kita akan sulit memenuhi kebutuhan Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI) yang membuka lapangan kerja bagi bangsa kita, yang berdampak pada peningkatan angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dan Setengah Menganggur. Menurut BPS, per Februari 2024, jumlah TPT kita sebanyak 7,2 juta orang dan jumlah Setengah Menganggur mencapai 12,11 juta orang.

Program Pembangunan Balai Latihan Kerja (BLK) Komunitas yang diselenggarakan Kementerian Ketenagakerjaan yang dimulai pada saat Menteri Ibu Ida Fauziah belum banyak dimanfaatkan gereja, padahal kehadiran BLK Komunitas akan mendukung skill Angkatan kerja jemaat gereja untuk bisa memenuhi kebutuhan DUDI. Peningkatan skill jemaat gereja seharusnya menjadi focus utama program PGI ke depan sehingga kualitas SDM jemaat semakin meningkat dan bisa menurunkan angka TPT dan Setengah Menganggur di kalangan jemaat.

Peningkatan SDM termasuk meningkatkan perlindungan seluruh Masyarakat yang bekerja pada Program Jaminan sosial ketenagakerjaan. Dari 142,18 juta Masyarakat kita yang bekerja, di akhir tahun 2023 baru 41,56 juta pekerja yang terlindungi di Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKm), 18,27 juta orang yang memiliki Tabungan di program JHT, dan 14,41 juta orang yang memiliki jaminan pensiun, serta 13,45 juta orang yang dilindungi di Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).

Pendeta dan pengerja gereja adalah subyek jaminan sosial ketenagakerjaan yang juga wajib dilindungi, baik pada saat bekerja maupun pada saat pensiun dan lansia (memiliki Tabungan dan jaminan pensiun).

Untuk melindungi pada saat pelayanan dan menghindari kemiskian masa lansia bagi Pendeta dan pengerja gereja serta jemaat sudah semestinya salah satu program PGI ke depan adalah mengedukasi dan mensosialisasi jaminan sosial ketenagakerjaan ke seluruh sinode gereja dan jemaat dan memastikan seluruh pendeta, pengerja dan seluruh jemaat sudah dilindungi di lima program jaminan sosial ketenagakerjaan. Pada masa tuanya Pendeta, pengerja dan jemaat tetap sejahtera dan memiliki daya beli.

Dengan Kesehatan dan Pendidikan yang berkualitas akan mendukung pembukaan lapangan kerja sehingga mendukung peningkatan pendapatan (income) rakyat Indonesia, dan ini akan menurunkan tingkat kemiskinan bangsa kita, khususnya jemaat gereja.

Kehadiran UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja yang menjanjikan pembukaan lapangan kerja lebih banyak sehingga dapat mengatasi defisit Angkatan kerja tiap tahunnya harus dikritisi secara konstruktif oleh PGI dan seluruh Sinode Gereja.

Faktanya, sejak lahirnya UU Cipta Kerja di tahun 2020 hingga saat ini, masih terjadi defisit Angkatan kerja, dan komposisi Angkatan kerja masih didominasi oleh sektor informal yang tidak memiliki kepastian pendapatan dan kepastian untuk tetap bekerja secara layak.

Peningkatan dan Perlindungan SDM (Pendapatan, Kesehatan dan Pendidikan) seharusnya menjadi prioritas program PGI ke depan dan semoga dirumuskan dengan baik dan ditetapkan dalam SR XVIII saat ini di Toraja. Selamat bersidang raya. (Timboel Siregar, Koordinator BPJS Watch)

Komentar