“Teman-teman LMK, RW, dan RT di Pulau Pari telah menyampaikan permasalahan ini saat kami mengadakan Forum Grup Diskusi (FGD) pekan lalu. Kami siap untuk menampung aspirasi dan menjembatani mereka dengan pihak pengembang,” kata Munawar.
Ditegaskan, bahwa pemanfaatan ruang laut yang dilakukan oleh pihak pengembang harus diperhatikan, mengingat mereka telah memiliki izin dan legalitas resmi dari institusi negara melalui terbitan PKKPRL oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan.
“Dari sejarahnya, memang ada ketidakseimbangan dalam komunikasi antara pihak pengembang dan warga yang diwakili oleh organisasi tertentu di Pulau Pari. Tuntutan untuk menyediakan kawasan pelestarian lingkungan belum terpenuhi, sehingga menimbulkan penolakan terhadap aktivitas pengembangan pariwisata di lokasi tersebut,” tambah Munawar.
Sebelumnya, rilis media dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta yang bersumber dari Forum Peduli Pulau Pari (FP3) mengungkapkan bahwa kawasan Pulau Gugus Lempeng telah lama dijaga secara kolektif oleh masyarakat, termasuk penanaman dan budidaya mangrove.
FP3 juga menyoroti kekhawatiran terhadap pembatasan aktivitas nelayan, seperti yang terjadi di Pulau Biawak, serta adanya intimidasi dari pihak tertentu, termasuk dugaan perintah pengerukan pasir dan pencabutan mangrove dengan alat berat. (Ralian)
Komentar