Luhut mengatakan, UU Advokat dirancang dan diundangkan dengan latar belakang dimana pemerintah dilaksanakan dengan cara rule by law. Dalam rangka mempertahankan independensinya, lanjutnya, maka dengan semangat tidak boleh diintervensi pemerintah, konsep independensi profesi Advokat dirumuskan dalam UU Advokat. Profesi Advokat total dijauhkan dari pemerintah sekalipun statusnya sebagai penegak hukum.
Pertanyaan utama itu, Luhut mengatakan, harus dijawab dalam kaitannya untuk membuat profesi Advokat adalah bagian dari kekuasaan kehakiman dengan fungsi memberi jasa hukum dan status sebagai penegak hukum.
“Kenyataannya sekalipun UU Advokat ini sudah hampir 20 tahun, OA bukan semakin baik dan dihormati tapi sebaliknya. Pada saat yang sama persepsi profesi Advokat bukan juga semakin baik tetapi semakin buruk,”tandasnya.
Hal senada, Ali Basya mengatakan Advokat harus berhasil membentuk Organisasi Advokat (OA) yang efektif nanti misalnya dengan pengertian yang sama atas konsep single bar itu, untuk mencapai tujuan.
“Hal itu bisa dicapai juga pada kualitas profesi Advokat sesuai tujuan dari OA menurut UU Advokat. Artinya single bar tentang standar profesi Advokat untuk meningkatkan kualitas profesi Advokat,”imbuhnya.
Menurutnya, berbicara standar profesi Advokat maka ada dua prinsip yang harus dipenuhi, yakni pertama rekrutmen anggota dan pengawasan dan pelaksanaan kode etik advokat. Proses rekrutmen itu terdiri dari tahapan: PKPA, UPA, dan Magang. Terakhir mengucap sumpah di Perguruan Tinggi.
“Jadi, tujuan OA adalah “meningkatkan kualitas profesi Advokat” sementara kekuasan yang terkonsentrasi akan “tends to corrupt” maka single bar relatif adalah yang lebih tepat. Apabila itu dilakukan, dengan begitu profesi advokat itu nantinya tidak saja akan benar tetapi sekaligus bertanggungjawab,”ujarnya. (Ralian)
Komentar