BeTikes.id – Membangun Ibu Kota Nusantara (IKN) adalah suatu pemikiran besar yang digagas Presiden Republik Indonesia yang juga Proklamator Presiden Soekarno.
Gagasan itu hasil pemikiran Bung Karno. Dan juga, Presiden ke-2 Republik Indonesia Soeharto memiliki gagasan untuk memindahkan Ibu kota. Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto lebih dulu mengusulkan wacana tersebut.
Hanya saja, ide itu tak terealisasi karena sejumlah alasan,”kata Ketua Umum DPP GAMKI Willem Wandik dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (21/5).
Dalam Rapat Pimpinan TNI-Polri 2022 di Mabes TNI, Jakarta, pada 1 Maret 2022, Presiden Joko Widodo menegaskan, rencana pemindahan ibu kota sudah dimulai sejak tahun 1957 oleh Bung Karno. Tetapi karena ada pergolakan, sehingga pemindahan ibu kota tersebut ditunda.
Gagasan itu, pernah dilakukan di era Soekarno. Kala itu, 4 Januari 1946, ibu kota dipindah dari Jakarta ke Yogyakarta. Pemindahan tersebut merespons situasi genting jelang Agresi Militer Belanda. Situasi baru dinilai aman tiga tahun setelahnya atau 27 Desember 1949.
Saat itulah ibu kota negara dikembalikan ke Jakarta. Tahun 1950-an, gagasan pemindahan ibu kota negara kembali dimunculkan Bung Karno. Ide ini lahir lantaran Bung Karno merasa perlu membagi beban Jakarta yang sejak dulu menjadi daya tarik warga Indonesia.
Dimana, kata Willem, Soekarno mempunyai visi bahwa sebaiknya ibu kota baru berada di luar Jawa, khususnya di Indonesia bagian timur. Palangkaraya, Kalimantan Tengah, menjadi salah satu kota yang diincar Soekarno.
Pada 17 April 1957, Soekarno meletakkan batu pertama di kota tersebut sebagai “sister city” Jakarta. Beberapa kontraktor dari Rusia bahkan sudah datang ke Palangkaraya dan membangun jalan besar menuju Kotawaringin. Peran Palangkaraya hanya berbagi beban terhadap kebutuhan daya tampung Jakarta.
Namun sayangnya, kata Willem, gagasan tinggalah gagasan. Sebagaimana yang disampaikan Jokowi, niat Soekarno itu tak terwujud karena adanya pergolakan politik. Hingga akhirnya presiden pertama RI itu digantikan.
Soeharto juga pernah menggagas pemindahan ke Jonggol, di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Bahkan, pada 15 Januari 1997 Soeharto, sempat menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 1 Tahun 1997. Keppres tentang Koordinasi Pengembangan Kawasan Jonggol sebagai Kota Mandiri itu disebut-sebut sebagai landasan hukum awal rencana pemindahan ibu kota. Namun, tak lama setelah Keputusan Presiden tersebut terbit, terjadi pergolakan besar-besaran yang memaksa Soeharto meninggalkan kursi RI-1 pada 21 Mei 1998 setelah 32 tahun berkuasa.
Kini, gagasan pemindahan ibu kota negara kembali diusung Presiden Jokowi. Langkah Presiden Jokowi patut diapresiasi. Dimana, kajian soal pemindahan ibu kota negara sudah dilakukan sejak lama.
Namun, perlu keberanian untuk mengeksekusinya. Suatu langkah yang tepat dilakukan Presiden Jokowi, karena tanpa eksekusi tidak akan terjadi pemindahan Ibu Kota Negara.
Hal ini menurut Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) memang butuh keberanian, ada risikonya dari situ, GAMKI mengapresiasi langkah Presiden yang ingin melakukan pemerataan bukan Jawa-sentris tapi Indonesia-sentris. Ada sejumlah alasan yang mendasari pemerintahan Jokowi memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Penajam Paser Utara. Mulai dari pemerataan ekonomi hingga populasi. Dimana, Presiden Jokowi mengungkapkan, saat ini, 58 persen produk domestik bruto (PDB) ekonomi atau perputaran uang ada di Pulau Jawa.
Padahal, Indonesia memiliki lebih dari 17.000 pulau. Akibatnya, masyarakat berbondong-bondong ingin tinggal di Pulau Jawa, khususnya Jakarta, karena daya tarik ekonominya yang tinggi. Harapannya, memindahkan ibu kota negara ke Kalimantan Timur dapat menjadi magnet baru ekonomi, sehingga perputaran uang tidak hanya berpusat di Jakarta atau Pulau Jawa saja.
Disamping itu, bukan sekadar pindahkan gedung dari Jakarta, bukan itu, visi besarnya bukan di situ. Kalau magnetnya tidak hanya Jakarta, ada Nusantara, magnetnya ada dua bisa ke sana, bisa ke sini. Artinya perputaran ekonomi tidak hanya di Jawa.
Selain itu, pemindahan ibu kota negara didasari dari tidak meratanya populasi penduduk Indonesia. Sekitar 56 persen atau 156 juta penduduk RI berkutat di Pulau Jawa. Oleh karenanya, supaya tidak terjadi ketimpangan ekonomi, infrastruktur, dan populasi, presiden ingin pembangunan ibu kota baru segera dieksekusi.
Nama ibu kota negara baru namanya Nusantara dan secara politik ketatanegaraan sudah disetujui 8 fraksi dari 9 fraksi di DPR. Terlebih, Presiden Jokowi telah menandatangani Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Nusantara yang seharusnya mendapat dukungan semua pihak tanpa terkecuali dengan mewujudkan Indonesia yang dicita-citakan, masyarakat adil dan makmur.
Dengan rencana pemindahan IKN, karena itu DPP GAMKI Menginisiasi Apel Kebangsaan, Menggaungkan Agenda IKN “Indonesia Centris” dengan menyelenggarakan “perayaan Paskah” dan “Dies Natalis GAMKI” Ke 60, Turut Mengundang OKP, Lembaga/Kementerian.
Beberapa aspirasi Pemuda yang akan disampaikan dalam Apel Kebangsaan antara lain:1. Pemuda Lintas Agama mendukung penuh pemindahan IKN Nusantara sebagai wujud pembangunan Indonesia Sentris2. Pemuda Lintas Agama mengharapkan pembangunan IKN Nusantara mengutamakan prinsip pembangunan berkelanjutan dan menjaga kelestarian lingkungan dan ekosistem 3. Pemuda Lintas Agama meminta Pemerintah melibatkan masyarakat Kalimantan, terkhusus masyarakat lokal dan adat dalam pembangunan dan pengembangan IKN Nusantara.4. Pemuda Lintas Agama mengharapkan adanya kompleks Rumah Ibadah dan Pusat Aktivitas Agama di kawasan IKN Nusantara sebagai simbol toleransi dan keberagaman Indonesia.5. Pemuda Lintas Agama mengharapkan keterlibatan generasi muda dalam pembangunan dan pengembangan IKN Nusantara”Demikian terima kasih, Ora et Labora, Wa, Wa Matur Nuhun Horas Ya’ahowi,”ujar Willem. (Ralian)
Komentar