KRITIK XENOPHANES ATAS ANTROPOMORFISME

Opini106 Dilihat

Riyan Salomo Parapat

Xenophanes merupakan seorang filsuf yang memberikan kritik terhadap antropomorfisme, yaitu pemujaan dewa/dewi di Yunani, dimana ia mencoba mengetahui pengandaian-pengandaian ilmu tentang adanya Allah, merespon apa yang dapat dimaknai dalam kritik itu, dan disimpulkan dengan sebuah gagasan tentang bagaimana mestinya berbicara tentang Allah.

Xenophanes merupakan seorang pemikir bebas yang penuh sikap empati dan pemikir yang pertama sukses membalikkan konsep mitis tentang yang Ilahi menjadi lebih filosofis.

Terdapat beberapa hal kritik Xenophes yang menggambarkan pemahamannya terhdap yang Ilahi, yakni: Ia mengkritik adanya pandangan bahwa Allah mempunyai sikap atau dan tindakan yang tidak bermoral, yang dimana dia berbicara mengenai Allah yang bersikap etis dan yang luhur.

Berdasarkan kritik tendensi berpikir bahwa Allah dijadikan, maka dapat dipahami bahwa bagi Xenophanes Allah itu kekal dan abadi.

Allah tidak memiliki permulaan. Penolakannya terhadap gambaran-gambaran primordial tentang Allah dari berbagai tempat atau kota, mengandaikan bahwa Xenophanes meyakini Allah itu universal dan satu adanya yang berarti Allah itu adalah Esa.

Xenophanes mengatakan bahwa Allah itu mengatasi dunia: “Ia melihat seluruhnya, Ia berpikir seluruhnya, Ia mendengar seluruhnya” dan “Ia berada di suatu tempat tanpa bergerak, karena memang Dia tidak bergerak dari satu tempat ketempat lain, melainkan menggerakkan segala sesuatu tanpa susah payah dengan pikirannya”. Terutama yang terakhir Allah tak dapat diselami oleh nalar manusia.

Xenophanes mengatakan dengan tegas bahwa Allah itu tidak sama dengan manusia. Allah berbeda dengan manusia. Barangkali dapat dibayangkan bahwa menurut Xenophanes, untuk memahami siapakah Allah harus menempuh tahap pembelajaran, yakni mencirikan Allah sebagai bukan ini dan bukan itu.

Tetapi dapat dicirikan bahwa Allah itu adalah Maha Kuasa, dan Maha dari Segala yang Baik.

Sebagaimana yang terjadi, berkat kritik Xenophanes di zaman kuno, para filsuf Yunani diajak untuk meletakkan kembali Allah pada posisinya yang “transenden,” karena Allah bukanlah para dewa yang kelihatan seperti objek.
Sumber:
Menoh, Gusti A. B. 2016. Agama Dalam Ruang Publik. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Komentar