Doa Bersama Sehati Merawat Alam Tano Batak, Ephorus HKBP: Gereja Harus Berpolitik

Uncategorized173 Dilihat

BeTimes.id– Pimpinan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Ompui Ephorus Pdt. Dr. Victor Tinambunan,MST menegaskan, bahwa gereja harus berpolitik. “Karena sejatinya politik meningkatkan untuk kepentingan umum dan kesejahteraan masyarakat,”tegas Ephorus, dalam keterangan persnya, seusai Doa Bersama bertajuk “Sehati Merawat Alam Tano Batak,” di HKBP Lumban Julu, Toba, Sumatera Utara, pada Sabtu (1/3).

Hal itu dikemukakan Ephorus ketika wartawan menanyakan tudingan PT.Toba Pulp Lestari (TPL) bahwa rohaniawan atau pendeta sudah melakukan politik praktis.

Ephorus menegaskan bahwa gereja harus berpolitik untuk kebaikan bangsa, dan negara ini.

“Politik bagi gereja tidak tabu atau tidak kaku. Karena itu berpolitik adalah tugas dan panggilan gereja,” tegas Ephorus.

Hadir Anggota Dewan Perwakilan Daerah Repiblik Indonesia (DPD RI) Pdt. Pendrad Siagian,Sekretaris Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Pdt. Darwin Darmawan, Sekretaris Jenderal HKBP Pdt. Rikson Hutahaean, dan tokoh rohaniawaan.

Sementara itu, dalam doa Bersama Jemaat beserta seluruh elemen masyarakat di kawasan Danau Toba, tumpah ruah mengikuti Doa Bersama Merawat Alam Tano Batak.

Doa bersama yang diprakarsai oleh para pendeta peduli terhadap kelestarian lingkungan ini, berlangsung hikmat, dan tidak hanya ajang refleksi dan permohonan kepada Tuhan, tetapi juga menjadi bentuk solidaritas dalam menjaga alam dan tanah leluhur dari berbagai ancaman, termasuk eksploitasi yang dapat merusak keseimbangan ekosistem.

Ephorus HKBP, Pdt. Victor Tinambunan dalam khotbahnya menegaskan, bahwa ada hubungan yang tidak terpisahkan antara manusia dengan tanah.

“Tanah bisa diartikan adalah nenek moyang kita. Sebab itu, sangat Alkitabiah jika tanah harus diperlakukan dengan santun dan rasa hormat. Allah meminta kita untuk merawat bumi, memelihara alam semesta. Saat ini kita juga perlu pikirkan ulang soal kepemilikan manusia atas tanah. Kita perlu sadar diri, tanah bukan melulu sebagai objek dalam kehidupan manusia. Sebagai pribadi, kelompok, dan perusahaan, bukan pemilik tanah. Tuhan lah tetap sebagai pemilik tanah hingga saat ini,” tandas Ephorus.

Menurut dia, adanya pemahaman antroposentrik, alam dan semua yang ada didalamnya, diciptakan Allah untuk dan demi manusia semata. Akibatnya tanah hanya sebagai objek, komoditi, dan aset. Pemahaman inilah yang menjadi sumber malapetaka.

“Inilah yang sekarang terjadi dan di Tano Batak yang Tuhan cintai. Saya ikuti betul perkembangan di Tano Batak 32 tahun terakhir ini. Kita semua lihat mengalami bahkan ada yang menjadi korban. Betapa seringnya banjir, tanah longsor, yang telah memakan korban, tanah pertanian juga hancur sehingga warga tidak bisa mengusahakan tanah,” ungkapnya.

Musibah dan bencana yang kerap terjadi, menurut Ephorus HKBP, bukanlah ujian dari Tuhan, dan bukan suratan nasib orang Batak, melainkan ulah manusia yang butuh pertobatan. “Kita percaya Tuhan tidak akan pernah meninggalkan ciptaanNya, Tanah Batak juga ciptaanNya. Sebab itu, jangan tinggalkan Dia. Salah satu tanda kita tidak meninggalkan Tuhan yaitu kita seirama dengan gerak Tuhan, menghargai dan merawat Tanah Batak yang kita cintai ini,” pungkasnya.

Sementera itu, Sekretar PGI, Pdt. Darwin Darmawan menyampaikan ungkapan hati terkait apa yang dialami masyarakat di Tanah Batak.

Menurutnya, gereja-gereja di Indonesia patut bersyukur dan berterimakasih kepada HKBP dan gereja-gereja di Sumatera Utara, yang telah mengingatkan akan panggilan Kristus untuk selalu menyuarakan suara kenabian.

“Kita paham betul bagaimana sekarang perusahaan yang mengeksploitasi alam kita itu sebetulnya sudah lama dikritik dan diprotes, pernah ditutup, ganti nama, ada upaya kriminalisasi, dan sebagainya, tapi hingga saat ini masih ada. PGI pernah bersurat kepada gereja-gereja di Sumut supaya terus bersuara terhadap ketidakadilan ekologis ini,”ujarnya. (Ralian)

Komentar