GPP Imbau Pemerintah Jokowi Jalankan Ajaran Bung Karno

Politik345 Dilihat

BeTimes.id-Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Pembumian Pancasila (GPP) meminta  Presiden Joko Widodo dan seluruh pejabat negara dalam menjalankan roda pemerintahan agar kembali kepada ajaran Bung Karno.  

Ketua Umum DPP GPP Dr.  Antonius DR Manurung M.Si menegaskan,  selama 32 tahun bangsa ini telah “dibutakan” Rejim Orde Baru Soeharto. Karenanya, Pemerintahan Jokowi dan seluruh pemangku kepentingan di negara ini jangan menjadikan sekedar slogan semata.  Sebaliknya  menerapkan ajaran Sukarno dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

“China menjadi negara besar sekarang ini karena kembali kepada ajaran bapak bangsanya Sun Yat Sen. Indonesia juga sudah saatnya kembali kepada ajaran Bung Karno sebagai bapak pendiri bangsa ini jika mau maju , “ujar Antonius dalam Pertemuan Webinar Musyarah Nasional 50 Tahun Haul Bung Karno bertajuk “Refleksi Ajaran dan Pemikiran Sukarno Dalam Upaya Mencegah dan Menangkal Deideoligisasi di Nusantara,” Minggu (20/6).

Dia menuturkan,  Pemerintah Indonesia seharusnya menerapkan Pancasila secara murni dan konsekuen. Pasalnya, Kepres No. 4 Tahun 2016 sudah ditetapkan tanggal 1 Juni hari lahirnya Pancasila.

“Akar dari Pancasila adalah Marhaenisme. Dan juga harus dipahami bahwa Marhaenime bukan Marxisme atau Komunisme tetapi lebih dari itu. Jadi tidak ada alasan bagi pemangku negeri ini kembali ke ajaran Bung Karno, ” tegas Antonius.

 

Dia mengkritisi ketimpangan yang terjadi di Indonesia, dimana kekayaam alam dikuasai segelintir orang, sementara mayoritas masyarakat Indonesia masih di bawah garis kemiskinan. “Dimana rasa gotong royongnya,”imbuh Antonius.

 

Antonius mengatakan, pemikiran feminisme Sukarno yang ditulis dalam buku Sukarno “Sarinah” menunjukan bahwa feminisme Sukarno persamaan dan kesetaraan.

 

“Kuota dalam jabatan politik bagi perempuan adalah sangat mendiskridkan perempuan itu sendiri karena tidak ada persamaan dan kesetaraan bagi perempuan, “kata Antonius.

Toto Suyanto Sukarno (foto:Ralian)

Putra Sukarno dari pasangan Kartini Manopo, Toto Suryanto Sukarno mengatakan,  ajaran Bung  Karno sampai saat ini masih relevan untuk diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Pidato Bung Karno yakni berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, berkepribadian dalam budaya yang dipidatokan pada 1964 masih relevan sampai saat ini, ” ujar Toto.

Toto mengatakan,  dukungan Pemerintah Indonesia terhadap perjuangan Palestina adalah salah satu diterapkannya ajaran Bung Karno.

“Saat ini kita menjadi anggota  dewan keamanan PBB tidak tetap bukti bahwa kita masih diperhitungkan di kancah internasional,”tutur Toto.

Namun, Toto mengakui rongrongan ideologi Pancasila masih terus terjadi dengan upaya segelintir orang ingin mengganti ideologi Pancasila dengan paham radikalisme dan fundamentalisme yang mengarah pada terorisme.

“Upaya penyusupan itu ada, akan tetapi upaya itu dapat digagalkan karena ideologi Pancasila maaih relevan bagi negara ini sebagai perekat bangsa,” tukas Toto.

Diakui Toto, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)  yang terjadi di berbagai daerah bukti bahwa demokrasi Pancasila belum diterapkan dengan baik. Menurutnya,  orang yang menang menjadi kepala daerah karena berduit, bukan karena kualitas.

“Ideologi Pancasila adalah di atas declaration of independent Amerika Serikat dan manifesto komunis Rusia.  Karena Declaration of Independent tidak menunjukan keadilan dan manifesto komunisme tidak menunjukan ketuhanan. Terlebih Pancasila pandangan hidup bangsa Indonesia,”ujar Toto.

 

Ahmad Nurcholish (foto:Ralian)

Sementara itu,  Direktur Eksekutif  Indonesian Confrence on Relegion and Peace (ICRP) Ahmad Nurcholish mengemukakan,  tidak ada negara di dunia yang memiliki 1.340 suku bangsa selain Indonesia, tambahnya,

Indonesia  terdiri dari 17.504 pulau,  718 bahasa,  9 agama besar dan 187 penghayat kepercayaan.

Menurut Nurcholish perekat bangsa adalah, Pancasila dan Kebhinekaan. Namun,  diakui masih adanya gerakan intoleransi dan fundamentalisme di Indonesia tidak bisa dinafikan.

Dia mengatakan, pengalamannya masih ditemukan sejumlah guru-guru di Indonesia intoleran,  yang tidak menghormati bendera dan menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan alasan bid’ah.

“Tapi semboyan kebhinekaan kita masih relevan sampai saat ini, ” ujar Nurcholish.

Dia mengemukakan,  di tengah pandemi covid -19 masih banyak kelompok  masyarakat mendonasi uangnya bukti masih ada semangat gotong royong yang dilakukan masyarakat.  (Ralian)

Komentar