GAMKI Ingatkan Elit-elit  Jangan Jadikan Pancasila Sebagai Komuditas Politik 

Politik579 Dilihat

BeTimes.id-Sekretaris Umum Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (DPP GAMKI) Sahat Martin Philip Sinurat mengemukakan,  di umur kemerdekaan Indonesia yang akan memasuki 75 tahun, elemen bangsa seharusnya membahas bagaimana membumikan dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila.

Menurut Sahat, perlu langkah lebih jauh untuk memperkenalkan dan mempromosikan ideologi Pancasila ke dunia internasional.

“Pancasila adalah dasar negara yang paling tepat di tengah bangsa yang majemuk. Saya tiga kali diundang ke luar negeri, yakni ke Sri Lanka, Mesir, dan China. Dalam tiga kesempatan ini, saya menjelaskan tentang Pancasila kepada para pemuda dari mancanegara. Mereka heran kenapa Indonesia yang majemuk dapat bersatu. Saya menjawabnya, karena Indonesia sepakat pada dasar negara yaitu Pancasila,” kata Sahat, saat menjadi narasumber Webinar Yang digaga Forum Santri Indonesia bertajuk “Menjaga Pancasila dari Bahaya Propaganda Komunis, Orde Baru, dan Khilafah”, Sabtu (18/7).

Sayangnya, isu Pancasila saat ini dijadikan sebagai komoditas politik saja di antara para elit-elit politik dan elemen lainnya. Padahal harusnya semua pihak membicarakan penerapan Pancasila, terkhusus kepada generasi milenial, generasi Z, dan generasi Alpha.

“Kita harus melihat bagaimana nasib peradaban bangsa Indonesia ke depannya. Kita harus menjadikan Indonesia sebagai negara semua untuk semua. Bahwa petani, nelayan, buruh, guru, pegawai, pengusaha, politisi, semuanya seharusnya sama-sama memiliki Indonesia, merasakan keadilan dan kesejahteraan,” tegasnya.

Terkait hubungan komunikasi antar elit politik, Sahat mengingatkan tentang para pendiri bangsa yang walau berbeda pendapat bahkan paham ideologi dapat tetap membangun komunikasi yang cair dan baik.

“Seharusnya para tokoh bangsa dan elit politik saat ini juga dapat menunjukkan komunikasi yang baik dan akrab. Sehingga rakyat tidak hanya dipertontonkan dengan tindakan yang saling mengecam tapi melihat bahwa para tokoh bangsa dan elit politik juga tetap membangun silaturahmi walaupun berbeda pandangan. Dengan ini, rakyat tidak ikut-ikutan membangun tembok permusuhan. Walaupun berbeda pandangan, kita tetap bersatu dan bersama-sama membangun bangsa. Inilah wujud Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika,” pungkasnya.

Sementara itu,  Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Sunanto menyatakan, di usia Indonesia yang menginjak 75 tahun seharusnya elemen bangsa tidak perlu memperdebatkan Pancasila sebagai ideologi.

“Bagi kami Muhammadiyah, dasar negara sudah final. Namun tantangan kita saat ini bagaimana kita membangun Negara yang berkemajuan. Maka kita jangan menjebak Pancasila dalam birokrasi Pancasila,” katanya,

Menurut Cak Nanto, sapaan akrab Sunanto, Pancasila harus masuk dalam ruang budaya dan sosial di masyarakat. Dengan demikian, Pancasila akan menjadi karakter kebudayaan bangsa Indonesia.

“Pancasila harus masuk dalam karakter kebudayaan dan semua pembelajaran-pembelajaran di segala lini. Kita harus mulai melihat kedaulatan dan kemajuan serta sudahi segala diskursus tentang Pancasila, jika tidak kita akan terlena dan bangsa kita dikuasai oleh orang lain,” kata Sunanto.

Ketua Umum Jamiyyah Qurro’wal Huffadh (JQH) Nahdlatul Ulama Saifullah Maksum menyampaikan Pancasila harus menjadi ideologi yang final namun produktif, fungsionalnya adalah menyejahterakan dan menjadi solusi atas persoalan bangsa.

Menurut Saifullah, langkah-langkah menuju implementasi Pancasila yang pertama adalah hukum Indonesia harus mengacu pada Pancasila, menjadikannya sebagai mekanisme hukum.

Kedua adalah pendekatan ideologis kepada masyarakat dan pemimpin yang sesuai dengan perilaku keseharian karena perilaku adalah kunci dari uswatun khasanah di masyarakat.

Ketiga adalah Pancasila menjadi pemikiran praksis dalam mewujudkan tatanan masyarakat yang berlandaskan Pancasila sila kelima. Karena sila kelima dalam Pancasila akan selalu menjadi momok bila tidak diwujudkan dalam program yang kongkrit dan nyata.

“Jika semua agama, ras, suku, dan budaya bangsa menjadikan Pancasila sebagai norma dan dasar tertinggi maka semua akan clear. Dan dalam hal ini harus menjadi prinsip dasar yang dipatuhi bersama,” pungkasnya.

Diskusi Webinar itu, juga dihadiri Ketua Umum Perkumpulan Gerakan Kebangsaan Bursah Zarnubi, Bendahara Umum KNPI yang juga mantan Ketua Umum DPP GMNI, Twedy Noviady Ginting dan Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid. (Ralian)

Komentar