BeTimes-Perceraian di Bekasi meningkat tajam di saat pandemi Covid-19, rata-rata 15 kasus setiap harinya masuk ke Pengadilan Agama Kota Bekasi dan Cikarang. Penyebabnya masalah ekonomi, perselingkuhan, KDRT. Para Hakim yang menanganinya pun kewalahan.
Tercatat sekitar 4.397 kasus perceraian di Kabupaten dan Kota Bekasi masuk Pengadilan Agama (PA). Mereka menempuh jalur hukum karena keluarganya tak bisa rukun lagi.
Penyebab perceraian mayoritas karena masalah ekonomi, perselingkuhan dilakukan pria maupun wanita, bahkan ada perselingkuhan sesame jenis membuat pasangannya menggugat cerai.
Di PA Kota Bekasi, sejak Januari hingga Juli 2020, menerima 1.733 gugatan cerai dari pihak istri, 624 kasus digugat pihak suami.Angka yang cukup fantastis itu dikemukakan Humas PA Kota Bekasi Masniarti kepada Bekasi Times.
Menurutnya, persoalan rumah tangga yang berada di ambang kehancuran itu mengajukan gugatan cerai, karena tidak hidup rukun lagi serumah. “Mereka mengajukan gugatan itu karena masalah sudah pada puncaknya, mulai dari perselisihan hingga pertengkaran,” katanya.
Pemicunya dengan berbagai latar belakang , mulai dari faktor ekonomi dan kurangnya tanggung jawab pasangannya. “Kurang tanggung jawab itu dari segala hal, termasuk pihak ketiga dalam rumah tangga mereka. Seperti ada wanita idaman lain (WIL) atau pria idaman lain (PIL). Ada juga laki-laki yang kasar dalam berbicara disertai kekerasan dalam rumah tangga (KDRT),” jelasnya.
Disinggung apakah ada alasan mengajukan gugatan perceraian karena Covid-19? Kata dia, pandemi ini tidak pengaruh menghantam keutuhan rumah tangga. Justru kemungkinan pada bulan itulah puncaknya mereka mengajukan gugatan cerai.
“Justru pada masa covid-19 yang belum new normal kita melakukan pelayanan tidak maksimal. Kita hanya memberikan pelayanan melalui online, bukan offline. Justru di masa covid-19 pelayanan menurun drastis,” ujarnya.
Dikatakan, mungkin saja masyarakat khawatir terpapar covid-19 kalau datang langsung ke pengadilan, sehingga pada bulan Maret-April pengajuan perkara perceraian hanya sedikit.
“Di bulan April-Mei kita hanya menerima perkara 80, ditambah lagi situasi Lebaran. Namun di bulan Juni-Juli perkara drastis meningkat,” katanya.
Humas PA Kabupaten Bekasi M.Anshhori SH.MH
Sementara di PA Cikarang, Kabuaten Bekasi, ada 2.040 mengajukan cerai mulai Januari hingga awal minggu Agustus. Masalah ekonomi penyebab perceraian paling tinggi, perselikuhan yang dilakukan suami dan isteri. Terpuruknya ekonomi akibat Covid-19, di antaranya karena terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang membuat pasangan suami isteri harus berpisah. Humas PA Kabupaten Bekasi M.Anshhori SH.MH mengatakan, Ekonomi terpuruk karena Covid-19 membuat banyak perceraian.
Perceraian yang sudah diputus maupun sedang berjalan saat ini, mayoritas diajukan isteri (cerai gugat) di banding dari suami (cerai talak). Faktornya ekonomi, perslingkuhan, KDRT dan narkoba. Perselingkuhan sesama jenis yaitu pria dengan pria pun ada, membuat isterinya menggugat.
Sedangkan pasangan suami isteri berperkara itu, berusia di bawah 40 tahun dan 50 tahun. PA berupaya melakukan mediasi agar hubungan suami isteri itu kembali normal, tetapi mereka tetap ngotot bercerai. “Upaya mediasi, tetapi dilakukan, namun mereka bersikeras harus bercerai” katanya.
Tingginya kasus perceraian membuat Hakim yang menangani kewalahan, karena di PA Cikarang hanya ada 7 Hakim dan 7 Panitera. Jumlah perkara tidak sebanding, maka tak heran kalau seorang hakim harus menyidangkan 60 perkara dalam sehari. “Bahkan, saya pernah menangani 63 kasus perkara dalam sehari. Minum saja tidak sempat,” kata Anshori.
Dikatakan, ada sekitar 2 bulan PA tidak menggelar perkara akibat Covid-19. Namun, begitu kembali dibuka, perkara yang masuk pun tiba-tiba melonjak. “Mungkin sebelumnya mereka takut mendaftarkan ke PA karena Covid-19, tetapi setelah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mulai longgar, terjadi lonjakan perceraian,” katanya. (tgm/hem)
Komentar