Ketua DPD PBB DKI Jakarta DF Siringo-ringo beserta jajarannya berdialog dengan para pedagang RSU UKI terkait perkara relokasi, Jl. Letjen Soetoyo, Cawang, Jakarta Timur, Rabu (19/1). (Foto: Istimewa)
BeTines.id-Puluhan pedagang kaki lima di depan Rumah Sakit Umum Universitas Kristen Indonesia (RSU UKI), Jl. Letjen Soetayo, Cawang, Jakarta Timur, Rabu (19/1), berunjuk rasa meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak melakukan semena-mena terhadap para pedagang untuk direlokasi dari tempat berdagang semula.
Para pedagang sudah dua hari berunjuk rasa menolak penggusuran terhadap mereka dengan menggelar sejumlah spanduk, dan meminta Pemprov DKI Jakarta agar memberikan 20 persen fasilitas umum dan fasilitas sosial kepada para pedagang. Aksi yang dilakukan para pedagang di pinggir jalan mengundang perhatian para pejalan kaki dan pengguna kendaraan sepeda motor dan mobil dari arah Cililitan menuju Tanjung Priok .
Tampak puluhan Satpol PP, aparat Babinsa/Polri dikerahkan mengamankan aksi para pedagang tersebut. Sempat terjadi kericuhan antara sejumlah pedagang wanita paruh baya melakukan aksi duduk di jalan raya.
Pasalnya, beberapa Satpol PP ingin memaksa untuk memindahkan para wanita yang duduk di aspal. “Kamu melakukan pelecehan. Sudah melakukan pelecehan,”teriakan laki-laki yang juga pedagang membuat para Satpol PP laki-laki itu mundur.
Aksi pedagang juga mengundang perhatian sejumlah pengurus Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Pemuda Batak Bersatu (PBB) DKI Jakarta, dengan menyambangi para pedagang yang sedang berjualan. Terjadi dialog antara Ketua DPD PBB DKI D.F Siringo-ringo dengan para pedagang.
DF Siringo-ringo meminta, agar Pemprov DKI Jakarta tidak main gusur saja kepada para pedagang tanpa mempertimbangkan kemanusian dan dampak ekonomi bagi pedagang yang direlokasi.
“Mereka berdagang bukan gratis, tapi dikenakan kutipan. Harusnya bagaimana Pemerintah memberdayakan para pedagang dengan mengemas wisata kuliner. Contoh, apa yang dilakukan di Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat. Sudah puluhan tahun para pedagang jualan di trotoar, dan dikenal wisata kuliner. Nah, Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) tidak berjalan di sini. Bagi saya, buat apa UMKM tapi gak berpihak kepada pedagang,”tegas DF Siringo-ringo.
Sementara itu, Ketua Paguyuban PKL UKI, Eva Marliana Sianturi (40), mengatakan dia berdagang di depan trotoar RSU UKI sudah 30 tahun. “Dulu ibu saya yang jualan di sini, dan sejak kecil sudah berjualan. Kini saya yang mewarisi dagangan ibu,”kata Eva yang sehari-hari berjualan makanan khas Sumatera Utara, mie gomak.
Eva mengemukakan, sudah 30 tahun berdagang di depan RSU UKI. Diakui, selama berdagang dikenakan restribusi setiap harinya. “Ya, pasti bayar uang kebersihan, keamanan dan tempat,” terang Rismaida tanpa menyebut oknum yang menerima uang restribusi.
Diakui Eva, sudah dua kali dipanggil Camat Kramatjati Eka Dermawan ketika itu membicarakan akan merelokasi para pedagang ke Lokasi Binaan Cililitan, Kramatjati, Lokbin Susukan, Kecamatan Ciracas, dan alternatif Lokbin Munjul, Kecamatan Cipayung.
“Masa kami berdagang di tempat yang gak ada pembelinya. Ya, pastinya kami menolak siapa yang mau menjajakan dagangannya tapi gak ada yang beli,”terang Eva.
Namun, lanjut Eva, aksi sepihak dengan melakukan penggusuran terhadap sejumlah pedagang sangat disesali para pedagang. “Kalau kami gak jualan, makan apa. Apalagi selama pandemi Covid-19 kami tutup. Itu saja membuat kami terpukul, tolong bijak melihat kehidupan kami,”terangnya.
Menurut mereka, bila Pemkot Jakarta Timur hendak menata trotoar depan RSU UKI maka sepatutnya mereka direlokasi ke kantin di dalam RSU UKI, sehingga tidak kehilangan pelanggan.
“Sudah kami tanya kepada pak Camat dan pak Lurah tapi mereka tak bisa memberikan solusi. Mereka hanya mengikuti oknum-oknum yang berada di belakang,” ujarnya.
Eva dan puluhan PKL depan RSU UKI yang mulai berjualan pukul 19.00 WIB hingga pukul 01.00 WIB, juga menolak bila keberadaan mereka dianggap membuat kumuh RSU UKI.
“Kami di sini bertahan hidup hanya memakai Pergub (DKI) nomor 10 tahun 2015 yang menyatakan pedagang kaki lima boleh menggunakan trotoar, makanya kami berani di sini,” tuturnya.
Asisten Pemerintahan Jakarta Timur, Eka Darmawan mengatakan penertiban PKL depan RSU UKI sudah sesuai dengan Peraturan Daerah nomor 8 tahun 2007 tentang Ketertiban Umum.
Meski mengakui adanya penolakan dari PKL yang sudah 25 tahun berdagang depan RSU UKI, pihaknya menyatakan bahwa penataan trotoar tetap perlu dilakukan.
“Yang kita inginkan bagaimana sekitarnya aman nyaman dan terkendali gitu kan. Untuk PKL kita sudah lakukan sosialisasi dengan Sudin UMKM penempatan di Lokbin, ada di Cililitan dan Lokbin Munjul,” kata Eka. (Ralian)
Komentar